Radio USRP |
Perkiraan harga sekitar Rp. 15-25 juta / buah, jauh di bawah BTS Selular biasa yang biasanya dalam orde ratusan juta hingga beberapa Milyard rupiah.[1]
OpenBTS Solusi Mini Yang Dinanti
Jakarta - Sekelompok anak muda bergegas membongkar muatan satu SUV double cabin. Bersemangat walau baru menempuh perjalanan berat belasan jam. Suasana sekitar luluh lantak dan mencekam akibat sapuan gelombang tsunami dahsyat 2 hari sebelumnya. Sedikit di kejauhan sejumlah survivor nampak memperhatikan.
2 orang dengan kaos berlabel “Relawan TI” cekatan merakit tenda knock down. Lainnya sibuk dengan gadget berfasilitas GPS dan sebuah laptop di atas bak SUV melakukan pointing VSAT. 2 jam berlalu portable mast setinggi 15 m telah tegak berdiri. Di atasnya terpasang 3 vertical antenna: untuk radio komunikasi all band, WiFi dan GSM. Di samping tenda terbentang modul solar panel kapasitas 1 KVA dan backup genset 5KVA sebagai andalan pasokan daya listrik.
Di dalam tenda, server rakitan barebone berbasis Linux dengan jeroan prosesor quad core, 8 Gb RAM dan harddrive SSD 128 Gb yang hemat energi siap menjalankan sejumlah fungsi vital: aplikasi GNU Radio, Asterisk (SIP) dan Jabber (XMPP). Sekaligus sebagai router dan VPN IP yang akan terhubung via VSAT ke simpul terminasi dan interkoneksi operator GSM di National Internet Exchange di Jakarta. Tim Relawan IT ini tak sabar segera menyambungkan perangkat USRP dan mini amplifier ke sistem. Selang 30 menit konfigurasi dan final check, call out GSM pertama dari ground zero dapat berlangsung.
Tepat Guna dan Terbukti
Cerita di atas adalah ilustrasi bagaimana teknologi Open BTS, WiFi, VSAT dan radio komunikasi dapat menjadi sebuah solusi mini yang dinanti oleh mereka yang menunggu harapan tak pasti di lokasi sulit terjangkau infrastruktur normal. Dalam kenyataannya, penggelaran sistem darurat ini bersama dengan sistem manajemen kebencanaan berbasis TI dan internet, dalam waktu secepatnya terbukti menurunkan tensi kepanikan di luar lokasi bencana serta meningkatkan efisiensi dan akurasi misi kemanusian. Ditambah bonus aliran informasi aktivis media sosial alternatif, relawan, jurnalis serta survivor membuka keterisoliran.
Berbeda dengan gelaran teknologi internet yang membutuhkan perangkat akses tambahan rumit seperti laptop dan keterampilan menggunakannya, Open BTS melayani HP biasa yang seketika dapat memenuhi kebutuhan telekomunikasi dasar (voice, SMS). Awam sekalipun hanya perlu beberapa menit menguasai. Apalagi penetrasi seluler telah merakyat. Komunikasi yang mudah dan murah.
Namun demikian, Open BTS dapat ditingkatkan kapasitas dan fitur layanannya tak hanya telepon dan SMS tapi juga komunikasi data. Walau lebih praktis bila smartphone, gadget, tablet, laptop yang membutuhkan akses internet dapat terhubung ke WiFi HotSpot yang dalam ilustrasi di atas juga selalu disediakan.
Berita baiknya Open BTS bersifat modular. Bisa ditambahkan power dan antena ukuran besar agar dapat menjangkau wilayah lebih luas. Atau menambah unit USRP apabila ingin melayani jumlah pengguna yang lebih banyak dan atau ingin bekerja pada spektrum frekuensi yang beragam. Model standar bekerja di 900 Mhz dengan standar 2G, namun tersedia juga model 1800, 1900 dan 2100 Mhz yang mendukung 3G. Tentu saja konsekuensinya perlu investasi lebih besar dan perangkat yang berat walaupun untuk skala non profit dan tujuan semi permanen solusi Open BTS tentu saja masih tetap sangat murah dibandingkan BTS normal.
Arsitektur dan Topologi
Komponen dasar sistem Open BTS sangat sederhana. Sehingga memungkinkan suatu desain topologi yang dapat digunakan untuk melayani banyak remote site yang tersebar luas dan minim sumber daya pendukung (listrik dll) misalnya untuk di perbatasan maupun blank spot sepanjang garis pantai kepulauan nusantara.
Di sisi remote terdiri dari:
1.Antena External (optional), jenis vertical 10 dbi estimasi harga $ 1000
2.Power Amplifier (optional), kapasitas 10 watt estimasi harga $ 1000
3.Perangkat USRP (produk Ettus), frekuensi GSM 900 Mhz harga $ 3000
4.Mini Router, VPN, WiFi HotSpot Gateway (Mikrotik), estimasi harga $ 500
5.Akses Internet remote (wireless, VSAT), C-Band 1 mbit/s harga $ 500
6.Modul solar panel, baterai kering, inverter 250 watt, harga $ 1500.
Dalam skenario survival networking misalnya di perbatasan yang tidak terdapat sumber daya pendukung, maka antena, USRP dan Router (casing weatherproof) dapat dipasang pada atap rumah, menggunakan tiang bambu atau bahkan pada pohon kelapa. Untuk menghemat energi, sistem tidak selalu harus on 24/7 atau dapat dikonfigurasi untuk memberikan respon layanan secara on demand.
Di sisi Back End terdiri dari:
1.PC Server (Linux OS based), barebone quad core 8 Gb harga $ 500
2.Aplikasi OpenBTS GNU Radio, free open source harga nol rupiah
3.Aplikasi Asterisk (SIP based), free open source harga nol rupiah
4.Aplikasi Jabber (XMPP based), free open source harga nol rupiah
5.Interkoneksi ke MSC operator, National Internet Exchange harga nol.
USRP berfungsi sebagai transceiver (pemancar dan penerima) sinyal GSM. Jantung Open BTS sendiri sebenarnya adalah aplikasi GNU Radio, berfungsi sebagai pengendali USRP. Untuk penomoran dan manajemen lalu lintas suara (voice) digunakan aplikasi Asterisk (protokol VoIP SIP). Fungsi Asterisk mirip perangkat (hardware) MSC (Mobile Switching Center) pada sistem GSM. Karena itu Asterisk juga disebut soft switch karena berbasis piranti lunak. Sedang untuk SMS memakai aplikasi Jabber protokol XMPP. Semua free dan open source.
Topologi Sistem Open BTS Multi Remote Site |
Problem Terminasi
Topologi di atas sesungguhnya adalah gambaran ideal yang belum sepenuhnya terwujud. Masih tersisa persoalan besar di sisi terminasi back end yaitu ijin untuk melakukan interkoneksi ke MSC operator. Peliknya regulasi jadi kendala terbesar yang mengakibatkan harapan dan penantian mereka yang terabaikan belum bisa tercapai sepenuhnya. Walau solusi alternatif tetap ada yaitu dengan terminasi ke operator VoIP (ITKP) dengan menggunakan metode two step dial (panggilan dua kali dengan kode nomer ekstensi seperti pada sistem PABX). Persoalannya ini tidak akan terlalu nyaman bagi pengguna awam karena perlu pembelajaran lagi.
*) two step dial – setiap pengguna Open BTS mendapatkan nomor ekstensi baru dari sistem Asterisk sebagai pengenal dan tidak menggunakan nomor asli dari kartu operator eksisting yang digunakannya. Pengguna dari luar ketika menghubungi harus melakukan panggilan 2 kali yaitu ke nomor hunting ITKP, kemudian memanggil lagi ke nomor ekstensi yang dituju. Sebaliknya pengguna Open BTS ketika memanggil ke luar hanya dikenali dari nomor random ITKP, bukan nomor ekstensinya. Sedangkan diantara pengguna Open BTS dapat langsung saling memanggil dengan nomor ekstensi bila telah mengetahui.
Di sisi lain, terminasi ke ITKP berakibat timbul biaya ekstra karena layanan VoIP adalah value added yang berbayar. Bila terminasi langsung ke MSC operator, selain tetap dapat menggunakan nomor telepon eksisting (tidak perlu nomor ekstensi), biayanya dipotong dari pulsa yang ada di masing-masing kartu (SIM Card) itu sendiri. Penyelenggara Open BTS sama sekali tidak memotong pulsa.
Apakah mungkin gratis sama sekali? Bisa jadi, manakala komunikasinya terjadi masih di dalam jaringan Open BTS itu sendiri (on net – antar pengguna di dalam jaringan sendiri) misalnya pengguna dalam satu site atau antar remote site walau berbeda kartu (SIM Card). Sedangkan komunikasi off net (berbayar) terjadi saat melewati dari dan ke MSC atau ITKP dan terhubung ke luar jaringan Open BTS.
Namun pada intinya, pada sebagian penyelenggaraan sistem Open BTS ini tetap ada sejumlah hal yang harus dibayarkan. Misalnya sewa VSAT dan transponder satelit, biaya local loop NIX, bandwidth internet serta investasi perangkat remote.
Kontroversi di Indonesia
Apakah teknologi ini hanya cocok untuk kebencanaan? Jawabannya mungkin saja bisa beragam tergantung sudut pandangnya. Akan tetapi potensi memenuhi hak mendapatkan dan mengakses informasi bagi masyarakat perbatasan, boleh jadi menjadi salah satu aplikasi yang juga telah lama dinanti. Demikian juga para nelayan tradisional di perkampungan garis pantai yang terpencil barangkali bisa mendapatkan manfaat tersendiri dari gelaran teknologi ini. Misalnya relay SMS gateway broadcast informasi klimatologi dan siapa tahu ada yang menyediakan tambahan berita jadwal pelelangan serta harga komoditas kelautan. Tentu jauh lebih baik daripada kena serbuan SMS penawaran KTA atau pesan dari mama.
Bentuk implementasi lainnya, gunakan imajinasi anda. Bayangkan wilayah timur Indonesia yang jauh tertinggal, tidak mungkin memenuhi skala ekonomi layanan komersial dan jumlah penduduk yang sedikit namun tersebar sangat luas serta sesungguhnya memiliki hak yang sama sebagai warga negara untuk menikmati infrastuktur telekomunikasi yang mendorong kemajuan ekonomi dan peradaban.
Manakala kita melihat sebuah teknologi tidak hanya sekedar sebagai alat untuk menghasilkan keuntungan para pemilik modal di industri telekomunikasi semata dan regulasi yang 100% hanya memihak kepadanya, mungkin kita akan dapat melihat potensi besar yang lain: menjembatani harapan mereka yang terlupakan.
Maka memperdebatkan aspek legalitas implementasi Open BTS adalah sangat tak beralasan mengingat tujuannya yang non komersial, penelitian, pengetahuan, pembelajaran, akses daerah bencana/terpencil guna memenuhi hak publik yang sesungguhnya justru dijamin UUD bahkan merupakan Hak Asasi menurut PBB.
Yang jelas secara formal kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi untuk tujuan kedaruratan dalam berbagai interpretasinya belumlah diatur di dalam peraturan perundangan yang manapun. Maka UU 36/1999 Tentang Telekomunikasi yang hanya mengatur pelaku usaha dengan tujuan ekonomi semata tidak tepat untuk digunakan mensikapi misalnya implementasi Open BTS untuk tujuan sosial.
Dan di atas segalanya, eksplorasi teknologi tepat guna Open BTS yang masih langka ini dipelopori, diminati dan dibanggakan oleh anak muda bangsa sendiri.
*Penulis: M. Salahuddien, adalah aktivis sejumlah organisasi, praktisi dan konsultan TI. Saat ini menjabat sebagai Pembina di Yayasan AirPutih http://www.airputih.or.id suatu organisasi relawan TI di bidang open source dan kebencanaan; fasilitator Indonesia Open BTS Development Team
Referensi:
[1]Wiki OpenBTS
[2]detikinet
Post a Comment