"SIAPA MENGENDALIKAN BAHAN PANGAN, DIALAH YANG MENGENDALIKAN MANUSIA. SIAPA MENGENDALIKAN MINYAK, DIALAH YANG MENGENDALIKAN BENUA. SIAPA MENGENDALIKAN UANG, DIALAH YANG MENGENDALIKAN DUNIA."
- Henry Kissinger [1]
Kutipan di atas yang diambil dari seorang tokoh, tentang unsur-unsur penting dalam kehidupan manusia yang bisa mempengaruhi hajat hidup orang banyak bisa menjadi renungan kita bersama.
Rakyat atau masyarakat yang merupakan komponen terbesar dari sebuah organisasi atau komunitas sebuah negara, memiliki peran yang sangat penting pengaruhnya dalam sebuah perubahan ke arah kebaikan maupun keburukan. Di artikel "Pemimpin adalah cerminan rakyat" telah dijelaskan gerak aktivitas komponen dalam masyarakat atau rakyat jelata sedikit banyak akan mampu mengubah kondisi sebuah negeri.
Jika negara-negara seperti Jepang, Korea atau Cina begitu sangat mendukung produk-produk buatan dalam negeri mereka sendiri dan melindungi dari serangan produk asing, seharusnya kita tidak perlu heran karena rakyat atau masyarakat mereka sendiri mencintai dan bangga menggunakan produk mereka sendiri. Bagaimana dengan negeri kita? Kalau kita menganggap bahwa pemerintah tidak terlalu mendukung produk dalam negeri atau sangat lemah dengan investor asing, boleh jadi masih banyak masyarakat kita yang lebih bangga menggunakan produk impor dan enggan menggunakan produk lokal, juga merasa rendah diri berhadapan dengan expatriat.
Kondisi negara-negara dunia, khususnya di negara berkembang semenjak merdeka dari penjajahan negeri-negeri Eropa hingga pada zaman globalisasi sekarang ini yang berbasis demokrasi, liberalisme, kapitalisme, sosialisme, komunisme ternyata hanya memberi perubahan yang berarti bagi sebahagian kecil kelompok atau elit masyarakat, dan meninggalkan masalah kemanusiaan, serta kehancuran lingkungan, dengan adanya perlombaan untuk merebut sumber-sumber daya dan perebutan "pasar" lewat penjajahan ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Langsung atau tidak, sistem modern ini memaksa budaya kearifan di masyarakat suatu negeri yang sebenarnya sudah cukup maju atau mandiri namun harus mengikuti sistem negara modern dalam bidang ekonomi, sosial, politik untuk memonopoli hajat hidup masyarakat. Contoh dalam bidang politik ada istilah negara bangsa dan demokrasi politik praktis, di bidang ekonomi ada perbankan ribawi dan uang fiat dan turunannya, revolusi hijau dalam bidang pertanian, dan masih banyak lagi jika mau kita sebutkan satu-persatu.
Namun ternyata kondisi di negara-negara maju sendiri, sebagian masyarakatnya juga merasakan ada yang salah dengan sistem politik, sosial, ekonomi yang dianut negara-negara mereka. Hingga ketidakpuasan sebahagian masyarakat tersebut menimbulkan gerakan-gerakan yang mencoba untuk menentang hegemoni sistem yang sudah mengubah wajah dunia saat ini. Salah satunya yang beberapa tahun belakangan yang populer adalah gerakan "occupy wallstreet" yang diikuti di kota-kota lain seluruh dunia yang tujuannya untuk memprotes keadaan sosial-ekonomi yang ada dan menyerukan perbaikan sistem yang lebih adil bagi seluruh masyarakat.
Selain itu muncul juga gerakan-gerakan serupa di bidang agraria, ekonomi-finansial, sosial budaya dan lainnya yang membentuk suatu komunitas bersama untuk bertujuan untuk memberikan solusi bagi peradaban dunia modern, yang mana gerakan berbasis dari rakyat untuk rakyat tanpa harus selalu bergantung dengan sistem yang ada.
Gerakan-gerakan yang lahir ini yang cenderung bersifat sosial-budaya bisa dibilang adalah aksi revolusioner "pemberontakan" tanpa senjata dari rakyat jelata, yang sudah tidak terlalu berharap kepada penguasa dan sistem yang berjalan. Jika dilihat, sebenarnya gerakan-gerakan ini kembali merujuk kearifan budaya masa lalu yang universal untuk membentuk suatu komunitas masyarakat mandiri untuk menyelesaikan masalah-masalah yang muncul akibat sistem politik, sosial, ekonomi yang berlaku saat ini, atau bisa disebut juga menjadi masyarakat madani.
Melihat dari situasi dan kondisi tersebut di atas, paling tidak ada beberapa fokus gerakan-gerakan rakyat di dunia yang sebenarnya saling terkait satu sama lain untuk membangun peradaban yang lebih baik untuk menghadapi kezaliman suatu sistem yang memonopoli kehidupan mayoritas manusia.
- Henry Kissinger [1]
Kutipan di atas yang diambil dari seorang tokoh, tentang unsur-unsur penting dalam kehidupan manusia yang bisa mempengaruhi hajat hidup orang banyak bisa menjadi renungan kita bersama.
Rakyat atau masyarakat yang merupakan komponen terbesar dari sebuah organisasi atau komunitas sebuah negara, memiliki peran yang sangat penting pengaruhnya dalam sebuah perubahan ke arah kebaikan maupun keburukan. Di artikel "Pemimpin adalah cerminan rakyat" telah dijelaskan gerak aktivitas komponen dalam masyarakat atau rakyat jelata sedikit banyak akan mampu mengubah kondisi sebuah negeri.
Jika negara-negara seperti Jepang, Korea atau Cina begitu sangat mendukung produk-produk buatan dalam negeri mereka sendiri dan melindungi dari serangan produk asing, seharusnya kita tidak perlu heran karena rakyat atau masyarakat mereka sendiri mencintai dan bangga menggunakan produk mereka sendiri. Bagaimana dengan negeri kita? Kalau kita menganggap bahwa pemerintah tidak terlalu mendukung produk dalam negeri atau sangat lemah dengan investor asing, boleh jadi masih banyak masyarakat kita yang lebih bangga menggunakan produk impor dan enggan menggunakan produk lokal, juga merasa rendah diri berhadapan dengan expatriat.
Kondisi negara-negara dunia, khususnya di negara berkembang semenjak merdeka dari penjajahan negeri-negeri Eropa hingga pada zaman globalisasi sekarang ini yang berbasis demokrasi, liberalisme, kapitalisme, sosialisme, komunisme ternyata hanya memberi perubahan yang berarti bagi sebahagian kecil kelompok atau elit masyarakat, dan meninggalkan masalah kemanusiaan, serta kehancuran lingkungan, dengan adanya perlombaan untuk merebut sumber-sumber daya dan perebutan "pasar" lewat penjajahan ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Langsung atau tidak, sistem modern ini memaksa budaya kearifan di masyarakat suatu negeri yang sebenarnya sudah cukup maju atau mandiri namun harus mengikuti sistem negara modern dalam bidang ekonomi, sosial, politik untuk memonopoli hajat hidup masyarakat. Contoh dalam bidang politik ada istilah negara bangsa dan demokrasi politik praktis, di bidang ekonomi ada perbankan ribawi dan uang fiat dan turunannya, revolusi hijau dalam bidang pertanian, dan masih banyak lagi jika mau kita sebutkan satu-persatu.
Namun ternyata kondisi di negara-negara maju sendiri, sebagian masyarakatnya juga merasakan ada yang salah dengan sistem politik, sosial, ekonomi yang dianut negara-negara mereka. Hingga ketidakpuasan sebahagian masyarakat tersebut menimbulkan gerakan-gerakan yang mencoba untuk menentang hegemoni sistem yang sudah mengubah wajah dunia saat ini. Salah satunya yang beberapa tahun belakangan yang populer adalah gerakan "occupy wallstreet" yang diikuti di kota-kota lain seluruh dunia yang tujuannya untuk memprotes keadaan sosial-ekonomi yang ada dan menyerukan perbaikan sistem yang lebih adil bagi seluruh masyarakat.
Selain itu muncul juga gerakan-gerakan serupa di bidang agraria, ekonomi-finansial, sosial budaya dan lainnya yang membentuk suatu komunitas bersama untuk bertujuan untuk memberikan solusi bagi peradaban dunia modern, yang mana gerakan berbasis dari rakyat untuk rakyat tanpa harus selalu bergantung dengan sistem yang ada.
Gerakan-gerakan yang lahir ini yang cenderung bersifat sosial-budaya bisa dibilang adalah aksi revolusioner "pemberontakan" tanpa senjata dari rakyat jelata, yang sudah tidak terlalu berharap kepada penguasa dan sistem yang berjalan. Jika dilihat, sebenarnya gerakan-gerakan ini kembali merujuk kearifan budaya masa lalu yang universal untuk membentuk suatu komunitas masyarakat mandiri untuk menyelesaikan masalah-masalah yang muncul akibat sistem politik, sosial, ekonomi yang berlaku saat ini, atau bisa disebut juga menjadi masyarakat madani.
Melihat dari situasi dan kondisi tersebut di atas, paling tidak ada beberapa fokus gerakan-gerakan rakyat di dunia yang sebenarnya saling terkait satu sama lain untuk membangun peradaban yang lebih baik untuk menghadapi kezaliman suatu sistem yang memonopoli kehidupan mayoritas manusia.
1. Membangun komunitas mengembangkan sumber pangan mandiri
Menanam Pangan Mandiri (foto neworderworld.com) |
Revolusi Hijau yang mulai bergulir di pertengahan abad 20 telah mengubah wajah sistem pertanian dunia, yang teorinya adalah bertujuan untuk memproduksi pangan secara besar dan efisien untuk menghadapi kekhawatiran kekurangan pangan karena ledakan penduduk dunia dan hiperinflasi harga pangan. Di mana muncul industri-industri raksasa pertanian yang mana sering menggunakan benih hibrida GM (Genetically Modified) atau transgenik yang dipatenkan dari hasil percobaan mereka untuk dijual ke para petani beserta pupuk dan pestisida. Namun industrialisasi dan kapitalisasi benih ini pada akhirnya akan memonopoli sumber pangan masyarakat.
Petani, yang telah hidup selama ribuan tahun menggunakan benih organik mereka yang tumbuh alamiah, sekarang harus membeli benih, pupuk kimia dan pestisida dari pabrik mereka untuk mendapatkan keuntungan. Membeli bibit dan pupuk, tentu saja, lebih mudah untuk orang kaya daripada orang miskin. Para petani pada akhirnya sekedar menjadi buruh tani dari industri pertanian, dan penanaman besar hanya beberapa varietas juga mengurangi keanekaragaman hayati. Kisah petani kreatif yang membudidayakan benih mandiri namun akhirnya dipenjara bisa menjadi contoh kasus sebuah hegemoni paten benih transgenik hasil industri besar saat ini[2], dan jika Anda rajin mencari info lewat dunia maya saja, akan banyak menemukan kasus-kasus serupa bahkan bisa lebih mengerikan, apa yang terjadi di seluruh dunia akibat negatif dari kapitalisasi pertanian dan peternakan.
Perlawanan masa kini tidak hanya cukup demonstrasi di jalan-jalan saja tapi lebih dari itu, muncul pergerakan-pergerakan masyarakat dari kesadaran sendiri untuk melawan sistem yang buruk di bidang pangan tersebut. Komunitas-komunitas seperti pertanian dan peternakan organik, hidroponik, adalah beberapa contoh gerakan penyadaran masyarakat secara sosial-budaya untuk belajar menanam sendiri pangan mereka supaya tidak selalu bergantung diri dari sumber pangan yang dimonopoli industri besar.
Contoh bagaimana suatu negara menghasilkan sumber pangan sendiri dari komunitas-komunitas di masyarakat adalah komunitas Dacha di Rusia, sebuah komunitas perumahan musiman yang pada tahun 2011 diklaim telah menghasilkan 40% kebutuhan pangan di Rusia dari kebun-kebunnya.[3]
2. Membangun komunitas perdagangan bersifat bebas dan adil yang menggunakan uang komoditas dan barter.
Untuk tema ini sudah seringkali penulis di situs ini, membahas tentang penggunaan mata uang komoditas seperti logam mulia, atau komoditas pangan yang disukai masyarakat setempat. Uang di era modern sekarang telah berubah dari penggunaaan komoditas seperti emas, perak maupun yang lain menjadi uang fiat kertas dan elektronik (e-money) yang dipelopori oleh para bankir internasional untuk mengambil keuntungan bagi mereka sendiri.
Penciptaan uang fiat dimonopoli oleh bank sentral dan bank swasta lewat sistem fractional reserve dan bunga (riba) sehingga menyebabkan krisis moneter, ketimpangan ekonomi, hiperinflasi atau penurunan nilai mata uang akibat membengkaknya jumlah uang fiat yang beredar di masyarakat akibat sistem perbankan tersebut.
Untuk membahas secara detail isu di atas, Anda bisa melihat tulisan-tulisan yang lain di situs ini seperti tentang uang komoditas, uang ciptaan bank, hegemoni uang fiat Dolar, masa depan uang, serta video animasi yang bercerita tentang bank dan bankir, penipuan terbesar ekonomi, dan tulisan tentang hidup tanpa uang. Sebenarnya masih ada tulisan lain yang berkaitan, namun link-link tulisan tersebut sudah cukup menjelaskan panjang lebar isu tentang sistem ekonomi modern sekarang ini.
Dengan muncul gerakan-gerakan atau komunitas yang ingin mengembalikan sistem ekonomi atau perdagangan yang bebas dan adil maka dibutuhkan sistem yang adil dari model ekonomi dan jenis uang itu sendiri. Penggunaan uang emas dan perak sebagai transaksi atau dengan model barter antar barang komoditas ataupun jasa bisa menjadi pelopor gerakan untuk menghadapi ancaman kehancuran nilai mata uang atau hiperinflasi yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Komunitas pengguna dinar-dirham atau koin emas-perak serta komunitas barter seperti di pasar barter Wulandoni merupakan contoh konkrit solusi dari masyarakat agar tidak terpengaruh gonjang-ganjing yang terjadi pada sistem mata uang fiat global.
3. Membangun komunitas kerjasama bisnis dan industri yang adil
Revolusi industri yang muncul di Barat abad ke-18 menyebar dengan pesat ke seluruh dunia secara langsung atau tidak langsung menjadi bahan bakar bagi kolonialisme dan imperialisme Eropa untuk merebut dan menguasai sumber daya alam yang tersebar di penjuru dunia.
Kombinasi revolusi industri, kolonialisme, munculnya kapitalisme, sosialisme-komunisme, dan juga sistem perbankan yang mulai menggeliat di Eropa, pada kelanjutannya mulai menghancurkan sistem komunitas bisnis di era tersebut yang dikenal dengan model gilda (paguyuban) produksi dan pedagang. Gilda atau paguyuban ini hampir mirip dengan model koperasi modern.
Rakyat mulai dipekerjakan sebagai buruh bahkan budak di pabrik-pabrik atau industri. Di negeri-negeri yang mayoritas berpenduduk muslimpun ikut terkena imbasnya dengan dihancurkannya sistem sosial-ekonomi bersifat bebas dan adil yang sesuai dengan aturan Islam (dikenal istilah mu'amalah) yang juga telah ada. Alam dan manusia dieksploitasi sedemikian rupa sehingga hanya menghasilkan ketimpangan, ketidakadilan dan kerusakan di berbagai lini kehidupan.
Tidak heran masa sekarang model ekonomi kelas buruh-majikan sudah menjadi hal yang biasa. Isu-isu kelas di masyarakat terbagi menjadi buruh-majikan atau borjuis-proletar hanya menghasilkan masalah-masalah lain yang tidak tuntas.
Solusi model sistem sosial-ekonomi modern yang berbasis perusahaan industri dan perburuhan yang didukung perbankan harus kembali ke model kearifan sosial budaya masa lalu seperti komunitas gilda atau paguyuban produksi dan pedagang. Buruh tidak selamanya menjadi "mesin" produksi di pabrik. Dalam gilda atau paguyuban, setiap anggotanya memiliki keahlian yang serupa, seperti gilda sepatu memberikan keahlian bagaimana membuat sepatu, begitu juga gilda-gilda yang lain. Sedang dalam perusahaan industri, misal pabrik sepatu, mayoritas buruh di pabrik sepatu malah bisa tidak memiliki keahlian bagaimana membuat sepatu. Tulisan lain yang bisa melengkapi isu ini bisa kembali membaca tulisan tentang gilda atau paguyuban untuk mengatasi perburuhan. Sistem kontrak bisnis atau perkongsian usaha yang adil adalah salah satu komponen dalam gilda tersebut.
Gerakan "Beli Indonesia" yang dipelopori oleh seorang pengusaha lokal bisa juga termasuk sebuah contoh gerakan sosial-budaya membangun komunitas pengusaha lokal yang kebanyakan berbasis usaha kecil-menengah atau disingkat UKM.
Kucuran modal untuk komunitas gilda-gilda produksi tersebut selain dari kantong anggota sendiri, tidak harus menggunakan pinjaman perbankan atau menjual saham. Di era internet sekarang alternatif permodalan bisa juga dengan model crowdfunding bagi startup (perusahaan baru) ataupun perusahaan besar sekalipun, ataupun alternatif permodalan yang lain selain hutang dari perbankan.
Perlawanan masa kini tidak hanya cukup demonstrasi di jalan-jalan saja tapi lebih dari itu, muncul pergerakan-pergerakan masyarakat dari kesadaran sendiri untuk melawan sistem yang buruk di bidang pangan tersebut. Komunitas-komunitas seperti pertanian dan peternakan organik, hidroponik, adalah beberapa contoh gerakan penyadaran masyarakat secara sosial-budaya untuk belajar menanam sendiri pangan mereka supaya tidak selalu bergantung diri dari sumber pangan yang dimonopoli industri besar.
Contoh bagaimana suatu negara menghasilkan sumber pangan sendiri dari komunitas-komunitas di masyarakat adalah komunitas Dacha di Rusia, sebuah komunitas perumahan musiman yang pada tahun 2011 diklaim telah menghasilkan 40% kebutuhan pangan di Rusia dari kebun-kebunnya.[3]
2. Membangun komunitas perdagangan bersifat bebas dan adil yang menggunakan uang komoditas dan barter.
Hiperinflasi atau penurunan nilai mata uang (sumber bankdirham.com) |
Penciptaan uang fiat dimonopoli oleh bank sentral dan bank swasta lewat sistem fractional reserve dan bunga (riba) sehingga menyebabkan krisis moneter, ketimpangan ekonomi, hiperinflasi atau penurunan nilai mata uang akibat membengkaknya jumlah uang fiat yang beredar di masyarakat akibat sistem perbankan tersebut.
Untuk membahas secara detail isu di atas, Anda bisa melihat tulisan-tulisan yang lain di situs ini seperti tentang uang komoditas, uang ciptaan bank, hegemoni uang fiat Dolar, masa depan uang, serta video animasi yang bercerita tentang bank dan bankir, penipuan terbesar ekonomi, dan tulisan tentang hidup tanpa uang. Sebenarnya masih ada tulisan lain yang berkaitan, namun link-link tulisan tersebut sudah cukup menjelaskan panjang lebar isu tentang sistem ekonomi modern sekarang ini.
Dengan muncul gerakan-gerakan atau komunitas yang ingin mengembalikan sistem ekonomi atau perdagangan yang bebas dan adil maka dibutuhkan sistem yang adil dari model ekonomi dan jenis uang itu sendiri. Penggunaan uang emas dan perak sebagai transaksi atau dengan model barter antar barang komoditas ataupun jasa bisa menjadi pelopor gerakan untuk menghadapi ancaman kehancuran nilai mata uang atau hiperinflasi yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Komunitas pengguna dinar-dirham atau koin emas-perak serta komunitas barter seperti di pasar barter Wulandoni merupakan contoh konkrit solusi dari masyarakat agar tidak terpengaruh gonjang-ganjing yang terjadi pada sistem mata uang fiat global.
3. Membangun komunitas kerjasama bisnis dan industri yang adil
Komunitas Modern Gilda (Paguyuban) Produksi (foto creativesguild.tumblr.com) |
Kombinasi revolusi industri, kolonialisme, munculnya kapitalisme, sosialisme-komunisme, dan juga sistem perbankan yang mulai menggeliat di Eropa, pada kelanjutannya mulai menghancurkan sistem komunitas bisnis di era tersebut yang dikenal dengan model gilda (paguyuban) produksi dan pedagang. Gilda atau paguyuban ini hampir mirip dengan model koperasi modern.
Rakyat mulai dipekerjakan sebagai buruh bahkan budak di pabrik-pabrik atau industri. Di negeri-negeri yang mayoritas berpenduduk muslimpun ikut terkena imbasnya dengan dihancurkannya sistem sosial-ekonomi bersifat bebas dan adil yang sesuai dengan aturan Islam (dikenal istilah mu'amalah) yang juga telah ada. Alam dan manusia dieksploitasi sedemikian rupa sehingga hanya menghasilkan ketimpangan, ketidakadilan dan kerusakan di berbagai lini kehidupan.
Tidak heran masa sekarang model ekonomi kelas buruh-majikan sudah menjadi hal yang biasa. Isu-isu kelas di masyarakat terbagi menjadi buruh-majikan atau borjuis-proletar hanya menghasilkan masalah-masalah lain yang tidak tuntas.
Solusi model sistem sosial-ekonomi modern yang berbasis perusahaan industri dan perburuhan yang didukung perbankan harus kembali ke model kearifan sosial budaya masa lalu seperti komunitas gilda atau paguyuban produksi dan pedagang. Buruh tidak selamanya menjadi "mesin" produksi di pabrik. Dalam gilda atau paguyuban, setiap anggotanya memiliki keahlian yang serupa, seperti gilda sepatu memberikan keahlian bagaimana membuat sepatu, begitu juga gilda-gilda yang lain. Sedang dalam perusahaan industri, misal pabrik sepatu, mayoritas buruh di pabrik sepatu malah bisa tidak memiliki keahlian bagaimana membuat sepatu. Tulisan lain yang bisa melengkapi isu ini bisa kembali membaca tulisan tentang gilda atau paguyuban untuk mengatasi perburuhan. Sistem kontrak bisnis atau perkongsian usaha yang adil adalah salah satu komponen dalam gilda tersebut.
Gerakan "Beli Indonesia" yang dipelopori oleh seorang pengusaha lokal bisa juga termasuk sebuah contoh gerakan sosial-budaya membangun komunitas pengusaha lokal yang kebanyakan berbasis usaha kecil-menengah atau disingkat UKM.
Kucuran modal untuk komunitas gilda-gilda produksi tersebut selain dari kantong anggota sendiri, tidak harus menggunakan pinjaman perbankan atau menjual saham. Di era internet sekarang alternatif permodalan bisa juga dengan model crowdfunding bagi startup (perusahaan baru) ataupun perusahaan besar sekalipun, ataupun alternatif permodalan yang lain selain hutang dari perbankan.
4. Membangun komunitas untuk menggunakan sumber energi mandiri
"All peoples everywhere should have free energy
sources."
"Electric power is everywhere present in unlimited
quantities and can drive the world's machinery without the need of coal, oil,
gas, or any other of the common fuels." - Nikola Tesla
Sumber Energi Listrik Tenaga Angin Dan Surya (foto Lentera Angin Nusantara) |
Kelangkaan sumber energi minyak bumi --kita kenal dengan singkatan BBM-- yang bisa mengakibatkan tingginya kenaikan harga minyak bumi, sering menjadi momok masyarakat dunia. Itulah mengapa konflik di wilayah Timur Tengah yang kaya sumber minyak bumi dapat mempengaruhi harga komoditas tersebut. Hal ini dikarenakan minyak bumi adalah sumber energi yang masih banyak dipakai dalam aktivitas sehari-hari masyarakat dunia dan termasuk sumber energi yang tidak dapat diperbaharui.
Melihat potensi besar sumber-sumber energi minyak, akibatnya sumber-sumber minyak bumi tersebut diperebutkan oleh negara-negara maju lewat tangan perusahaan-perusahan besar multinasional karena melihat keuntungan yang menggiurkan. Namun bagi sebagian besar masyarakat, terutama mereka yang tinggal di negara-negara yang tidak memilliki sumber minyak yang sangat besar atau tidak ada, tentu bisa ketar-ketir jika tiba-tiba pasokan energi minyak berkurang atau harganya yang melambung tinggi karena berpengaruh dengan denyut operasional ekonomi industri di negara tersebut karena sistem yang dibangun saat ini memang bertumpu dengan industri-industri besar yang memang haus akan bahan bakar tersebut.
Sebenarnya untuk mengatasi kelangkaan energi di dunia ini, sudah muncul langkah-langkah untuk mengatasi kebutuhan energi yang semakin meningkat. Sumber-sumber energi pengganti BBM seperti bioetanol, biogas, listrik mulai mendapat perhatian walau mungkin belum menggantikan 100%. Sumber energi listrik otonom di masyarakat juga bisa juga didapat dengan mengembangkan sumber energi listrik tenaga matahari dan angin.
Untuk lebih memaksimalkan penggunaan energi alternatif yang sangat banyak jenisnya ini, tentu komunitas-komunitas masyarakat diharapkan berani memulai sendiri proyek-proyek otonom tersebut dengan dukungan pemerintah ataupun tidak, agar tidak melulu bergantung dari industri penghasil minyak bumi dan listrik yang memiliki keterbatasan. Karena sekali lagi gerak nyata kesadaran di masyarakatlah yang bisa memberikan solusi-solusi penggunaan energi secara luas di masyarakat. Komunitas seperti Lentera Angin Nusantara adalah salah satu model gerakan untuk mengembangkan sumber energi listrik tenaga angin di masyarakat Indonesia.
Ecovillage
Perpaduan harmonis yang saling melengkapi di antara aksi-aksi komunitas di atas, bisa membangun sebuah komunitas baru yang lebih besar serta menumbuhkan gaya hidup yang ramah terhadap lingkungan sekitar baik manusia ataupun alam sekitar dan juga otonom dari ketergantungan pemerintah pusat. Secara alamiah akan muncul norma-norma yang membentuk struktur sosial-budaya berdasar kearifan lokal, bahkan bisa melahirkan tokoh-tokoh kepemimpinan di komunitas tersebut, tanpa model birokrasi yang berbelit sebagaimana di sistem negara modern dengan model politik praktis seperti demokrasi modern. Model komunitas "think globally, act locally" tersebut saat ini dikenal dengan sebutan Ecovillage.
Gerakan rakyat seperti ini mungkin jarang terpikirkan oleh masyarakat bahkan pemerintah, padahal aksi-aksi dengan metode pendekatan sosial budaya seperti ini bisa termasuk gerakan "Revolusi Senyap" karena cepat atau lambat bisa menginspirasi kelompok-kelompok lain di masyarakat sehingga meluas dan otomatis bisa mempengaruhi wajah suatu negeri.
Lebih lanjut tentang Ecovillage bisa dibahas di tulisan yang lain. Semoga kita semua bisa menjadi agen penggerak perubahan di negeri yang kita cintai bersama.
[1]pohonbodhi.blogspot.com
[2]news.detik.com
[3]healthimpactnews.com
Melihat potensi besar sumber-sumber energi minyak, akibatnya sumber-sumber minyak bumi tersebut diperebutkan oleh negara-negara maju lewat tangan perusahaan-perusahan besar multinasional karena melihat keuntungan yang menggiurkan. Namun bagi sebagian besar masyarakat, terutama mereka yang tinggal di negara-negara yang tidak memilliki sumber minyak yang sangat besar atau tidak ada, tentu bisa ketar-ketir jika tiba-tiba pasokan energi minyak berkurang atau harganya yang melambung tinggi karena berpengaruh dengan denyut operasional ekonomi industri di negara tersebut karena sistem yang dibangun saat ini memang bertumpu dengan industri-industri besar yang memang haus akan bahan bakar tersebut.
Sebenarnya untuk mengatasi kelangkaan energi di dunia ini, sudah muncul langkah-langkah untuk mengatasi kebutuhan energi yang semakin meningkat. Sumber-sumber energi pengganti BBM seperti bioetanol, biogas, listrik mulai mendapat perhatian walau mungkin belum menggantikan 100%. Sumber energi listrik otonom di masyarakat juga bisa juga didapat dengan mengembangkan sumber energi listrik tenaga matahari dan angin.
Untuk lebih memaksimalkan penggunaan energi alternatif yang sangat banyak jenisnya ini, tentu komunitas-komunitas masyarakat diharapkan berani memulai sendiri proyek-proyek otonom tersebut dengan dukungan pemerintah ataupun tidak, agar tidak melulu bergantung dari industri penghasil minyak bumi dan listrik yang memiliki keterbatasan. Karena sekali lagi gerak nyata kesadaran di masyarakatlah yang bisa memberikan solusi-solusi penggunaan energi secara luas di masyarakat. Komunitas seperti Lentera Angin Nusantara adalah salah satu model gerakan untuk mengembangkan sumber energi listrik tenaga angin di masyarakat Indonesia.
Ecovillage
Perpaduan harmonis yang saling melengkapi di antara aksi-aksi komunitas di atas, bisa membangun sebuah komunitas baru yang lebih besar serta menumbuhkan gaya hidup yang ramah terhadap lingkungan sekitar baik manusia ataupun alam sekitar dan juga otonom dari ketergantungan pemerintah pusat. Secara alamiah akan muncul norma-norma yang membentuk struktur sosial-budaya berdasar kearifan lokal, bahkan bisa melahirkan tokoh-tokoh kepemimpinan di komunitas tersebut, tanpa model birokrasi yang berbelit sebagaimana di sistem negara modern dengan model politik praktis seperti demokrasi modern. Model komunitas "think globally, act locally" tersebut saat ini dikenal dengan sebutan Ecovillage.
Gerakan rakyat seperti ini mungkin jarang terpikirkan oleh masyarakat bahkan pemerintah, padahal aksi-aksi dengan metode pendekatan sosial budaya seperti ini bisa termasuk gerakan "Revolusi Senyap" karena cepat atau lambat bisa menginspirasi kelompok-kelompok lain di masyarakat sehingga meluas dan otomatis bisa mempengaruhi wajah suatu negeri.
Lebih lanjut tentang Ecovillage bisa dibahas di tulisan yang lain. Semoga kita semua bisa menjadi agen penggerak perubahan di negeri yang kita cintai bersama.
[1]pohonbodhi.blogspot.com
[2]news.detik.com
[3]healthimpactnews.com
+ comments + 2 comments
Internet untuk membangun Negeri Impian. sangat mungkin Indonesia akan semakin maju teknologi pangan dan komunikasinya! Tetaplah mengagumkan Indonesia! Salam Mystupidhteory
Aamiin semoga bisa terwujud negeri Nusantara yang makmur dan adil
Post a Comment